Search This Blog

Tuesday, June 23, 2009

Sejarah Al-Qur'an

BAB I

PENDAHULUAN

Alam yang luas dan di penuhi makhluk-makhluk Allah ini; gunung-gunung yang menjulung tinggi, samuderanya yang melimpah, dan daratannya yang menghampar luas , menjadi kecil di hadapan makhluk lemah, yaitu manusia. Itu semua di sebabkan Allah telah menganugerahkan kepada makhluk manusia ini berbagai keistimewaan dan kelebihan serta memberinya kekuatan berfikir cemerlang yang dapat menembus segala medan untuk menundukan unsure-unsur kekuatan alam tersebut dan menjadikannya sebagai pelayan bagi kepentingan manusia.

Pembicaraan tentang kemukzizatan Qur’an juga merupakan satu macam mukjizat tersendiri, yang di dalamnya para pendidik tidak lain bias mencapai rahasia satu sisi daripada sampai ia mendapatkan di balik sisi itu sisi-sisi lain yang akan disingkapkan rahasia kemukjizatan oleh zaman.

Untuk mengetahui lebih jauh tentang kemukjizatan Al-Qur’an dalam aspek-aspek bahasa kami akan mengupaskan pada pembahasan Bab II berikut ini.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Mukjizat Al-Qur’an Dalam Aspek-aspek Bahasa

Al-Qur’an pertama kali berinteraksi dengan masyarakat Arab pada mana Nabi Muhammad Saw, keahlian mereka adalah bahasa dan sastra Arab. Di mana-mana terjadi musabaqah (perlombaan) dalam menyusun Syair atau khutbah, petuah, dan nasihat.

Para ahli bahasa Arab telah menekuni ilmu bahasa ini dengan segala variasinya sejak bahasa itu tumbuh sampai remaja dan mekar dan menjadi raksasa perkasa yang tegar dalam masa kemudaanya. Mereka mengubah puisi dan prosa, kata-kata bijak dan masal yang tunduk pada aturan bayan dan diekspresikan dalam uslub-uslubnya yang memukau, dalam gaya hakki dan majazi (metofora), itnab dan ijaz, serta tutur dan ucapannya. Meskipun bahsa itu telah meningkat dan tinggi tetapi di hadapan Qur’an dengan kemukjizatan bahasanya, ia menjadi pecahan-pecahan kecapi yang tunduk menghormat dan takut terhadap uslub Qur’an.

Sebagaimana orang-orang arab yang hidup pada masa turunnya Al-Qur’an adalah masyarakat yang paling mengetahui tentang keunikan dan keistimewaan Al-Qur’an serta ketidakmampuan manusia untuk menyusun karena pesan-pesan yang di kandungnya merupakan suatu yang baru. Hal itu masih ditambah lagi dengan ketidaksejalanan Al-Qur’an dengan adapt kebiasaan serta bertentangan dengan kepercayaan mereka, bahkan memporakporandakannya. Inilah yang tidak dapat mereka terima. Tetapi, bukanlah Muhammad menyatakan bahwa yang disampaikannya adalah Firman Allah? Bukankah. Tetapi bagaimana dengan kepercayaaan dan adapt leluhur? Kepercayaan harus di perhatikan, Al-Qur’an harus ditolak. Begitulah kesimpulan tokoh-tokoh masyarakat waktu itu. Mereka kemudian memikirkan tentang alas an untuk menolak Al-Qur’an demikian jelas. Sedangkan keistimewaan mukjizat dan keunikan Al-Qur’an demikian jelas.

Mereka yang mengklaim bahwa Al-Qur’an bukan firman Allah, dan dalam saat yang sama, keahlian mereka dalam aspek kebahasaan dan mereka pun merasa amat mahir dalam bidang ini, maka tidak heran jika tantangan pertama yang di kemukakan Al-Qur’an kepada yang ragu di antara mereka adalah “menyusun kalimat-kalimat semacam Al-Qur’an (minimal dari segi keindahan dan ketelitiannya)”.

Dari sini kita dapat berkata bahwa keunikan dan keistimewaan Al-Qur’an dari segi bahasa merupakan kemukjizatan utama dan pertama yang di tujukan kepada masyarakat Arab yang dihadapi Al-Qur’an lima belas abad yang lalu. Kemukjizatan yang dihadapkan kepada mereka itu bukan karena kedua aspek ini berada di luar pengetahuan dan kemampuan mereka bahkan mereka menyadari kelemahan mereka dalam bidang tersebut.

Kalaulah kita membatasi segi kemukjizatan Al-Qur’an pada tiga aspek utama, sebagaimana di kemukakan pada aspek

1. Keindahan dan ketelitian bahasa

2. Isyarat ilmiah

3. Pemberitaan gaib

Al-Qur’an memiliki keunikan, keistimewaan, dan kemukjizatan dari aspek tersebut.

Pakar-pakar bahasa menetapkan bahwa seseorang di nilai berbahasa dengan baik apabila pesan yang hendak di sampaikannya tertampung oleh kata atau kalimat yang dia rangkai. (khairal kalam ma qalla wadalla) yang berarti “sebaik-baik pembicaraan adalah yang singkat tetapi mencakup” demikian bunyi suatu ungkapan.

Kalimat yang baik adalah yang tidak bertele-tele tetapi tidak pula singkat sehingga mengaburkan pesan.

B. Susunan kata dan kalimat Al-Qur’an

Sebelum seorang terpesona dengan keunikan atau kemukjizatan pesan kandungan Al-Qur’an, terlebih dahulu ia akan terpukau oleh beberapa hal yang berkaitan dengan susunan kata dan kalimatnya.

Beberapa hal tersebut, antara lain, menyangkut:

1. Nada dan langgamnya

2. Singkat dan Padat

3. Memuaskan para pemikir dan orang kebanyakan

4. Memuaskan akal dan jiwa

Ada sesuatu yang unik dalam bahasa Al-Qur’an, yaitu kemampuannya menggabungkan kedua hal, karena itu ketika berbicara kemampuan sesuatu-hukum. Misalnya- redaksi yang di gunakannya tidak “kaku” sebagaimana halnya redaksi pakar-pakar hokum. Al-Qur’an menguraikan ketetapan hokum itu dengan argumentasi logika dan dengan gaya bahasa yang berbeda-beda.

Untuk memerintahkan sesuatu, Al-Qur’an menggunakan aneka gaya. Sekali dengan perintah tegas dan di kali lain dengan menyatakan sebagai kewajiban. Sementara di tempat lain lagi dengan melukisnya sebagai kewajiban atau mewasiatkan, atau menjanjikan pelakunya ganjaran yang banyak.

Demikian beraneka ragam perintah Allah yang terdapat di dalam Al-Qur’an. Begitu juga halnya dengan mencegah atau menganjurkan dan memberikan alternative. Dari sisi lain, andungan ayat hokum itu sendiri kadang-kadang benar-benar menyentuh akal dan jiwa manusia.

5. Keindahan dan ketepatan maknanya

a. Keseimbangan antara jumlah bilangan dengan antonimnya.

b. Keseimbangan jumlah bilangan kata bdengan sinonim atau makna yang dikandungnya

c. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjuk kepada akibatnya

d. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya.

C. Sekelumit Rincian Ketelitian Redaksi Al-Qur’an

Seperti di kemukakan dalam bagian yang lalu. Al-Qur’an sangat teliti dalam pemilihan kosa katanya.

Seringkali pemilihan tersebut-pada pandangan pertama-tempat sebagai ganjil, bahkan boleh jadi di nilai sebagai menjelajahi kaidah kebahasaan atau tidak sejalan dengan bahasa yang baik dan benar.

Kembali kepada ayat-ayat yang menggunakan bentuk tunggal untuk pendengaran dan bentuk jamak untuk penglihatan dapat diuraikan sebagai berikut:

1. di dahulukan pendengaran atas penglihatan untuk mengisyaratkan bahwa pendengaran manusia lebih dahulu berfungsi daripada penglihatannya.

2. bentuk tunggal di gunakan pada “pendengaran” untuk mengisyaratkan bahwa dalam posisi apa, bagaimana, dan sebanyak beberapa pun mereke memiliki indra pendengar selama pendengar normal, maka suara yang di dengar akan sama berbeda dengan indra penglihatan. Jika anda mengubah posisi, maka apa yang anda lihat akan berbeda. Demikian itu keadaan pandangan mata, lebih-lebih lagi pandangan hati dan pikiran, jika demikian, amat logis jika Al-Qur’an menggunakan bentuk jamak untuk “penglihatan” sebagai isyarat tentang keanekaragaman pandangan.

3. setiap manusia memusatkan perhatiannya pada Qur’an, ia tentu akan mendapatkan rahasia-rahasia kemukjizatan aspek bahasa nya tersebut ia dapatkan kemukjizatan ini dalam keteraturan bunyinya yang indah melalui nada huruf-hurufnya ketika ia mendengar harakat dan susunya, mad dan gunnah-nya, rasilah dan maqta-nya., sehingga telinga tidak pernah merasa bosan, bahkan ingin senantiasa terus mendengarnya.

Kemukjizatan itupun dapat ia temukan dalam lafz-lafaznya yang memenuhi hak setiap makna dan tenpatnya. Tidak satupun di antara peneliti terhadap suatu tempat (dalam Qur’an) menyatakan bahwa pada tempat itu di tambahkan sesuatu lafaz karena ada kekurangan.

Demikian pula kemukjizatan di temukan dalam sifatnya yang dapat memuaskan akal dan menyenangkan perasaan. Qur’an dapat memenuhi kebutuhan jiwa manusia, pemikiran maupun perasaan, secara sama dan berimbang, kekuatan pikir tidak akan menindas kekuatan rasa dan kekuatan rasa pun tidak akan menindas kekuatan pikir.

Demikianlah, setiap perhatian difokuskan maka akan tegaklah di hadapannya hujjah-hujjah Qur’an dalam sikap menantang dan memperhatikan kemukjizatan.

Betapa menakjubkan rangkaian Qur’an dan betapa indah susunannya. Tak ada kontraksi dan perbedaan di dalamnya. Padahal ia memberikan banyak segi yang di cakupnya, seperti kisah dan nasihat, argumentasi, hikmah dan hokum, tuntunan dan peringatan, janji dan ancaman kabar gembira dan berita duka, serta akhlak mulai pekerti tinggi, perilaku baik dan lain sebagainya.

Setelah merenungkan system jalinan dan susunan Qur’an, kita akan mendapatkan bahwa semua aspek dan segi yang ditangani dan dikandungnya. Sebagaimana telah kita sebutkan, berbeda dalam satu batas keindahan system dan keelokan susunan dan pemerian, tanpa perbedaan dan penurunan dari tingkat yang tinggi. Dan dengan demikian kita yakin, Qur’an adalah sesuatu hal di luar kemampuan manusia.

BAB III

PENUTUP

SIMPULAN

Betapa menakjubkan rangkaian Qur’an dan betapa indah susunanya. Tak kentradiksi dan tak ada perbedaan di dalamnya, padahal ia membeberkan banyak segi yang dicakupnya, seperti kisah dan nasihat.

Kemukjizatan ilmiah Qur’an bukanlah terletak pada pencakupannya akan teori-teori ilmiah yang selaku beru dan berubah serta merupakan hasil usaha manusia dalam penelitian dan pengamatan. Tetapi ia terletak pada dorongan untuk berfikir dan menggunakan akal.

DAFTAR PUSTAKA

M. Qurai Syihab, Mukjizat Al-Qur’an , Bandung 2006

Manna Khalil al Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Bogor, 1973

No comments:

Post a Comment