Search This Blog

Tuesday, June 23, 2009

Membersihkan Najis dan perihal Wudhu

BAB I

PENDAHULUAN

Thaharah atau bersuci merupakan salah satu syarat untuk sahnya shalat. Oleh sebab itu hal ini perlu perhatian yang lebih dan dipahami secara mendalam dan benar. Sah tidak shalat kita sangat tergantung bagaimana dengan thaharah kita. Apabila thaharah kita sempurna, maka ibadah kitapun akan sah pula. Thaharah inipun macam-macam jenisnya. Diantaranya ialah membersihkan diri dari jilatan Anjing membersihkan kencing.

Salah satu cara thaharah ialah dengan berwudhu. Wudhu merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi demi sahnya shalat seseorang. Apabila wudhu seseorang tidak sempurna atau tidak sah, maka shalatnya juga tidak sah.

Thaharah bukan hanya untuk melaksanakan ibadah saja. Tetapi bersuci sangat dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Oleh sebeb itu, bersuci tidak selalu dilakukan apabila hanya ingin melaksanakan ibadah.

Adapun mengenai pembahasan yang lebih rinci akan diuraikan pada bab selanjutnya.

BAB II

PEMBAHASAN

MEMBERSIHKAN ( MENGHILANGKAN ) NAJIS DAN

PERIHAL WUDHU

1. MEMBERSIHKAN KENCING

a. Materi dan Arti Hadits

حدثنا عثمان قال حد ثنا جرير عن منصور عن مجاهد عن ابن عباس قل مر الني صلي الله عليه وسلم بحايط من حيطان المديتة أو مكت فسمع صوت إنسانين يعدبان في قبور هما فقال النبي صلي الله عليه وسلم يعدبان وما يعدبان في كبير ثم قال بلي كان أحد هما لا يستتر من بوله وكان الاخر يمشي با لنميمة ثم دعا بجريدة فقيل له يا رسول الله لم فعلت هذا قال لعله ان يخفف عنحما ما لم تيبسا أو إلي أن ييبسا

Artinya :

Dari Ibn Abbas, katanya : “Nabi SAW berjalan melalui sebuah kebun dari kebun kota Madinah atau Mekkah, lalu terdengar oleh beliau suara dua orang manusia yang disiksa dalam kuburnya, Nabi bersabda : “keduanya disiksa dalam kuburnya dan bukan disiksa karena dosa yang dianggap besar”, kemudian beliau bersabda : “yang seorang buang air ditempat yang tidak tertutup dan yang seorang membuat fitnah yang menyebabkan orang bermusuhan “sesudah itu beliau menyuruh untuk mengambil dua pelepah kurma lalu dipatahnya menjadi dua dan diletakkannya di atas masing-masing kubur itu sepotong. Ada orang yang bertanya mengapa engkau berbuat begitu? Nabi menjawab : “mudah-mudahan diringankan siksa kedua orang itu selama kedua pelepah kurma itu belum kering. ( HR. Al Bukhary dalam kitab wudhu pada bab membersihkan kencing )[1].

b. Perawi Awal dan Akhir

Perawi awal adalah Ibn Abbas Ra nama lengkapnya Abdullah Ibn Abbas Ibn Abdul Muthalib Ibn Hasyim. Thabaqat beliau adalah sahabat, julukan beliau adalah Abu Al Abbas wafat tahun 68 H di thaif.

Perawi akhir, Al Bukhary. Nama lengkapnya adalah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim Ibn Al Mughirah Al Ja’fy dengan gelar Abu Abdullah. Nasabnya Al Ja’fy karena kakek kedua, yaitu Al Mughirah diislamkan oelh Yaman Al Ja’fy. Gubernur Bukhara, sedangkan Al Bukhary dinisbatkan pada daerah asalnya. Beliau lahir pada hari jumat tanggal 13 Syawal tahun 194 H di Bukhara, beliau wafat pada malam Sabtu bertepatan dengan malam idul fitri pada tahun 256 H dalam usia 62 tahun.

c. Sanad dan Cara Penyampaian Hadits

Muthallib

( ‘An’anah )

Mujahid Ibn Jabir

( ‘An’anah )

Manshur Ibn Al Mu’tamir

( ‘An’anah )

Jarir Ibn Abdul Hamid Ibn Qurth

( Tahdits )

Utsman Ibn Muhammad Ibn Ibrahim Ibn Utsman

( Tahdits )

NAMA KITAB

KITAB / BAGIAN

NO. HADITS

Shahih Muslim

Thaharah

439

Sunan Al-Turmudzy

Thaharah ‘An Rasulillah

65

Sunan Al-Nasa’i

Jana-iz

2041

Sunan Abu Daud

Thaharah

19

Sunan Ibn Majah

Thaharah wa Sunanuhu

341

Musnad Ahmad

Wamin Musnad bani Hasyim

1877

Sunan Al-Darimi

Thaharah

732









d. Skema Sanad Hadits

Nilai hadits adalah shahih ( Riwayat Al Bukhari dalam kitab Wudhu pada bab membersihkan kencing ).

e. Syarah Hadits

Masalah kenajisan kotoran dan kencing manusia ini, banyak ataupun sedikit disepakati oleh ulama. Adapun Abu Hanifah dalam masalah kencing beliau berpendapat, jika didapati kencing setitik jarum, maka ini tidak memudharatkan. namun sebagaimana diterangkan diatas, kencing manusia; baik banyak maupun sedikit adalah najis, dengan dalil yang jelas dan terang serta merupakan kesepakatan ulama sebagaimana disebutkan Imam Nawawi rahimahullah dalah Syarh Muslim. Sedangkan apa yang datang dari Abu Hanifah adalah pendapat tertolak.

Lain halnya dengan kencing anak laki-laki yang masih menyusu dan belum makan makanan tambahan kecuali kurma untuk tahnik ( tahnik adalah mengunyah sesuatu “dalam hal ini kurma” sampai lumat kemudian dimasukkan / digosok-gosokkan kelangit-langit mulut bayi yang baru lahir ) dan madu untuk pengobatan. Kebanyakan para ibu mengatakan bahwa najis itu bukan najis sehingga mereka bermudah-mudah dalam hal ini.

Walaupun memang di sana ada perselisihan ulama dalam maslah najisnya kencing anak laki-laki yang dalam keadaan seperti ini, akan tetapi pendapat yang kuat menyatakan bahwa kencing anak laki-laki yang masih menyusu dan belum makan makanan tambahan itu najis, sebagaimana dinyatakan Iman Nawawi rahimahullah dalam Syarh Muslim, namun najisnya ringan[2].

2. MEMBERSIHKAN JILATAN / BEKAS MINUM ANJING

a. Materi dan Arti Hadits

Artinya :

Dari AbiHurairah Ra, Ia berkata :“Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : Apabila seekor Anjing minum dalam sebuah bejana milik seorang diantara kamu, maka basuhlah bejana itu tujuh kali. ( HR. Al Bukhary pada kitab wudhu’ yang dibasuh dengannya rambut manusia )

b. Perawi Awal dan Akhir

Perawi awal adalah Abdurrahman Ibn Shakhar ( Abu Hurairah ) Ra. Nama lengkapnya Abdurrahman Ibn Shakhar Al-Dusy Al-Yamany yang lebih dikenal dengan Ibdurrahman Ibn Shakhar ( Abu Hurairah ) wafat di Madinah tahun 57 H. Beliau termasuk sahabat yang banyak meriwayatkan hadits.

Beliau pernah berguru kepada Usamah Ibn Zaid Ibn Harits, Aisyah Binti Abu Bakar, Utsman Ibn Affan, Ali Ibn Abu Thalib, Umar Ibn Khatab dan Al-Fadhl Ibn Abbas.

Diantara murid beliau yang terkenal adalah Hammam Ibn Munbah, Said Ibn Al-Musyyab Ibn Hajn Ibn Abu Wahab Ibn Amr, Abdullah Ibn Umar Ibn Khattab, dan Nafi’ Maula Abdullah Ibn Umar. Sedangkan perawi akhir adalah Al-Bukhary.

c. Sanad dan cara penyampaian Hadits

Abdurrahman Ibn Shakhar ( Abu Hurairah )

( ‘An ‘ Anah )

Al-A’raj ( Abdurrahman Ibn Hurmudz )

( ‘An ‘ Anah )

Abdullah Ibn Zakwan Abu Zanad

( ‘An ‘ Anah )

Malik Ibn Anas Ibn Malik Ibn Amir

( ‘An ‘ Anah )

Abdullah Ibn Yusuf

( Tahdits )

d. Takhrij Hadits

No

NAMA KITAB

KITAB / BAGIAN

NO. HADITS

1

Shahih Muslim

Thaharah

419

2

Sunan Al-Turmudzy

Thaharah

84

3

Sunan Al- Nasa’i

Thaharah

63

4

Sunan Abu Daud

Thaharah

65

5

Sunan Ibn Majah

Thaharah wa Sunanuhu

358

6

Musnad Ibn Ahmad

Baqi Musnad Al-Mukatsirin

7135

7

Muwatha’ Malik

Thaharah

60

e. Skema Sanad Hadits


f. Nilai Hadits Shahih

Nilai hadits adalah Shahih ( Riwayat Al Bukhary dalam kitab ( Bagian ) Wudhu pada bab Al Ma-u illadzi yaghsilu fihi sya’r- Asnan )[3]

g. Syarah Hadits

Islam memberi tuntunan dalam perkara jilatan Anjing ini dengan cara pencucian yang khusus, sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Sucinya bejana tempat air kalian apabila dijilat Anjing padanya, maka cucilah bejana itu dengan air sebanyak tujuh kali, didahului dengan menggosoknya dengan tanah.” ( HR. Muslim ).

Tuntunan yang demikian ini ialah bila Anjing menjilat tempat air. Al-Imam An-Nawawi menerangkan : “Para ahli bahasa Arab menerangkan : kalimat di hadits ini maknanya ialah : Apabila Anjing itu minum dengan menjilat air menggunakan ujung lidahnya.”Abu Zaid berkata : “Yang demikian itu apabila Anjing itu menjilat muniman kita, dan pada minuman kita, atau ia minum dari minuman kita. ( Syarah Shahih Muslim). Adapun bila Anjing itu menjilat selain tempat air, maka cara mencucinya sama dengan cara mencuci benda najis yang lainnya, yaitu sampai bekas najisnya telah hilang. Dan bila dia menjilat tanah, maka tidak perlu adanya pencucian karena najisnya telah gugur dengan tanah itu. Dan mencuci bejana tempat air yang dijilat Anjing tidak dapat digantikan dengan cairan sabun atau cairan pengganti lainnya. Karena cara pencucian yang dituntunkan Nabi SAW adalah perkara ibadah, tidak dapat digantikan dengan cara lainnya yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW.

Pembersihan jilatan Anjing ini bisa dengan cara menuangkan air ke atas tanah atau menuangkan tanah di atas air atau bisa pula dengan cara mengambil tanah yang telah bercampur dengan air lalu gunakan unutk mencuci bejana tersebut. Adapun sekedar mengusap bekas najis dengan tanah maka tidaklah mencukupi[4].

Penjelasan :

Yang dimaksud dengan menjilat adalah Anjing itu mengulurkan lidahnya ke bejana atau air. Bejana atau air yang dijilati Anjing agar dicuci 7 ( Tujuh ) kali, yang pertama dicampur dengan debu / tanah. Dan airnya disuruh untuk dibuang.

Hadits ini menunjukkan beberapa hukum, yaitu :

1. Najisnya mulut Anjing dimana Rasulullah memerintahkan untuk mencuci bejana yang terjilat Anjing dan menumpahkan airnya. Dari sinilah, maka seluruh badannya dipandang najis berdasarkan kias dari mulutnya yang berliur itu. Namun ada pendapat lain dari Malik, Dawud dan Az Zuhri bahwa perintah mencuci itu bukan karena najis, tetapi Ta’abud ( untuk beribadah ), karena untuk mensucikan maka tidak dengan mencuci tujuh kali. Ini dijawab. Pokoknya diperintahkan unutk mencuci karena najis. Sedangkan Ta’abbudnya adalah pada bilangan tujuh kali.

2. Wajibnya mencuci tidak tujuh kali berdadarkan hadits yang ditakhrijkan oleh Ath Thahawi dan Daruqutni : “Jilatan Anjing itu dicuci tiga kali”. Hadits ini bertentangan dengan hadits diatas padahal hadits yang diatas itu lebih kuat sanadnya.

3. Wajib tertib ( berurutan ) dalam mencuci 7 kali dan ditentukannya dengan debu pada cucian pertama.

3. BERSUCI SALAH SATU SYARAT SAH SHALAT

a. Materi dan arti Hadits

حد ثني اساق بن نصنر حد ثنا عبد الر زاق عن معمر عن حمام عن ابي صلي الله عليه و سلم قل لا يقبل الله صلاة أحد كم إذا أخد ث حتي يتو ضا ( اخر جه البخار ي كتاب الحيل باب فى الصلاة )

Artinya :

...Dari Abu Hurairah Ra dari Nabi SAW bersabda : Allah tidak akan menerima shalat seseorang shalat seseorang diantara kamu jika berhadats sampai ia berwudhu’ (HR. Al-Bukhary pada kita al-Hail pada bab Fi al-Shalat ).

b. Perawi Awal dan Akhir

Perawi awal hadits ini adalah Abu Hurairah ( Abdurrahman Ibn Shakhar ) Ra, sedangkan perawi akhirnya adalah al-Bukhary.

c. Sanad dan tata cara penyampaian Hadits

Abu Hurairah ( Abdurrahman Ibn Shakhar )

( An – anah )

Hammam Ibn Manbah Ibn Kamil Ibn Syekh

( An – anah )

A’mar Ibn Rasyid

( An – anah )

Abdurrahman Ibn Hammah Ibn Nafi’

( Tahdits )

Ishak Ibn Ibrahim Ibn Nashr

( Tahdits )

d. Takhrij Hadits

No

NAMA KITAB

KITAB / BAGIAN

NO. HADITS

1

Shahih Muslim

Thaharah

330

2

sunan al-Turmudzy

Thaharah

71

3

Sunan Abu Daud

Thaharah

55

4

Sunan Ibn Majah

Thaharah

358

5

Musnad Ahmad

Baqi Musnad al-Muktasirin

7875

e. Skema Sanad Hadits

AL - BUKHARY

ISHAK IBN

IBRAHIM

ABU DAUD

MUSLIM

AL - TURMUDZY

MUHAMMAD IBN RAFI’

MAHMUD IBN

GHAILAN

AHMAD

AHMAD IBN

MUHAMMAD

ABDURRAHMAN IBN

HAMMAM

ABDURRAZAQ

MA’MAR IBN

RASYID

HAMMAM IBN

MUNBAH

ABU HURAIORAH

( Abdurrahman Ibn Shakhar

`

f. Nilai Hadits Shahih

Hadits shahih riwayat al Bukhari 6440 lihat pada bab al Hail pada bab Fi al Shalat.[5]

4. BERWUDHU SECARA BENAR

a. Materi dan Arti Hadits

حد ثنا عبد العزيز بن عبد الله الاويسي قال حد ثني ابراهيم بن سعد عن ابن شهاب أن عطاء بن يزيد اخبره أحمران مولي عشمان اخبره انه راي عشمان بن عفان دعا ياناء فاقرع علي كفيه ثلاث مرار فعسلهما ثم ادخل يمينه في اللا ناء فمضمض واستنشق ثم غسل وجهه ثلاث ويديه الي ال مرفقين ثلاث مرار ثم مسح براسه ثم غسل رجليه ثلاث مرار الي الكعبين ثم قال قال رسول الله صلي الله عليه وسلم من توضا نحو وضوني هذا ثم صلي ركعتين لا يحدث فيهما نفسه غفر له ما تقدم من ذنبه (اخر جه البخاري في كتاب الوضوء ثلاث ثلاث)

Artinya :

Sesungguhnya Humran Maula Utsman Ibn Affan menerangkan bahwa dia melihat Utsman Ibn Affan meminta air untuk berwudhu. Lalu dituangkanya air pada kedua tangannya dan dibasuhnya tiga kali. Kemudian dimasukkannya tangan kanannya ke dalam air itu lalu ia berkumur-kumur dan memasukkanya ke hidungnya kemudian disemburkannya kembali. Sesuadah itu dibasuhnya mukanya tiga kali, dan kedua belah tangannya hingga ke siku tiga kali pula, kemudian disapunya kepalanya dan dibasuhnya kedua belah kakinya hingga dua mata kakinya tiga kali, kemudian ia berkata, Rasulullah SAW bersabda : Barang siapa yang berwudhu seperti wudhuku ini kemudian ia shalat dua rakaat dan tidak berhadats, maka ia akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. ( HR. Al – Bukhary pada kitab Wudhu Bab Wudhu tiga kali-tiga kali )

Wudhu

Menurut lughat, wudhu adalah perbuatan, menggunakan air pada anggota tubuh tertentu, sedangkan wudhu ialah air yang digunakan untuk berwudhu. Kata ini berasal dari wadha’ah yang berarti baik, dan bersih. Dalam istilah syara’ wudhu ialah perbuatan tertentu yang dimulai dengan niat.

Menurut sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, wudhu diwajibkan sebelum hijrah, pada malam isra mi’raj, bersamaan dengan kewajiban shalat lima waktu. Mula-mula wudhu itu diwajibkan setiap kali hendak melakukan shalat, tetapi kemudian kewajiban itu dikaitkan dengan keadaan berhadats.

Dalil-dalil wajibnya wudhu ialah :

a. Ayat Al – Qur’an :

kšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä #sŒÎ) óOçFôJè% n<Î) Ío4qn=¢Á9$# (#qè=Å¡øî$$sù öNä3ydqã_ãr öNä3tƒÏ÷ƒr&ur n<Î) È,Ïù#tyJø9$# (#qßs|¡øB$#ur öNä3ÅrâäãÎ/ öNà6n=ã_ör&ur n<Î) È û÷üt6÷ès3ø9$#

Artinya :

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan ( basuhlah ) kaimu sampai dengan kedua mata kaki.. ( Al – Maidah/5 : 6 )

b. Hadits Rasulullah saw :

لايقبل ا الله صلاة ا حد كم اذا احدث حتي يتو ضأ

Artinya :

Allah tidak menerima shalat seseorang kamu bila ia berhadats, sampai ia berwudhu.

c. Ijma ulama dalam hal ini tidak ada sama sekali pendapat yang mengatakan bahwa wudhu itu tidak wajib.

Untuk sahnya wudhu harus terpenuhi beberapa syarat dan fardhu. Akan tetapi, untuk kesempurnaannya ada beberapa hal yang sunnah dilakukan pada waktu berwudhu. Setiap ibadah memiliki syarat yang wajib dipenuhi sehingga hukum ibadah tersebut dihukumi sah dalam arti dzimamah mukallaf. Sudah terbebas darinya dan dia tidak wajib mengulangnya. Syarat merupakan salah satu unsur dimana ia menjadi pijakan sah dan tidaknya suatu ibadah. Dari sini maka ilmu tentang syarat sah shalat termasuk ilmu yang penting karena ilmu ini termasuk ukuran yang dengannya kita bisa mengetahui sah dan tidaknya shalat.

b. Perawi Awal dan Perawi Akhir

Perawi awal Utsman Ibn Affan Ra, nama lengkapnya Utsman Ibn Affan Ibn Abu al – Ash Ibn Umayyah, ia bernasab al – Qursyi al – Umawy, ia lebih dikenal dengan Abu Amr dan diberi gelar Dzu al – Nuraian beliau wafat pada tahun 35 H di Madinah.

Sedangkan perawi akhirnya adalah Al – Bukhary.

c. Sanad dan cara penyampaian Hadits

Utsman Ibn Affan Ibn Abu al – Ash Ibn Umayyah

( ‘An ‘anah )

Humrah Ibn Aban Maula Utsman

( ‘An ‘anah )

Atha’ Ibn Yazid

( ‘An ‘anah )

Muhammad Ibn Muslim Ibn Ubaidillah Ibn Abdullah

( Tahtamil Tahtamil Sami’ )

Ibrahim Ibn Sa’ad Ibn Ibrahim

( Tahdits )

Abdul Aziz Ibn Abdullah Ibn Yahya Ibn Amr

( Tahdits )

d. Takhrij Hadits

NO

NAMA KITAB

KITAB/ BAGIAN

NO. HADITS

1

Shahih Muslim

Haid

331,332,336

2

sunan al- Nasa’i

Thaharah al – Imamah

83,84,847

3

Sunan Abu Daud

Thaharah

96,97,98

4

Sunan al - Darimi

Thaharah

690

5

Musnad Ahmad

Musnad al – Asyarah al – Mubasysyirin bi al - Jannah

393,383,420,442,448

e.

MUHAMMAD IBN

MUSLIM

ATHA’ IBN

YAZID

HUMRAN IBN

ABAN

UTSMAN IBN

AFFAN

Skema Sanad Hadits




f. Nilai Hadits

Shahih riwayat al Bukhary ( lihat pada kitab al Wudhu Tsalatsan-tsalatsan hadits no. 155 )

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Salah satu syarat sahnya shalat ialah suci dari najis. Baik itu najis ringan, sedang dan berat. Diantara contoh najis ialah air kencing dan jilatan Anjing. Dua najis tersebut mempunyai cara yang berbeda dalam hal membersihkan atau menghilangkannya.

Sedangkan salah satu cara bersuci itu sendiri ialah dengan cara berwudhu. Sahnya shalat seseorang sangat tergantung kepada wudhunya. Apabila wudhu seseorang tidak sempurna / tidak sah, maka shalatnya pun juga tidak sah. Adapun wudhu yang benar ialah wudhu yang sesuai dengan tata cara dan rukun-rukunnya. Sehingga apabila tata cara atau syarat serta ruku-rukunnya sudah terpenuhi maka sempurnalah sudah wudhunya. Sehingga shalat yang dilaksanakanpun juga bisa dikatakan sah atau sempurna. Dan hal ini akan mengantarkan pada perolehan pahala dalam melaksanakan ibadah serta bisa mengantar kita menuju syurga.

Segala sesuatu yang berhubungan dengan ibadah mahdah, maka kita akan dituntut agar selalu suci / bersuci. Hal pertama yang dituntut dalam kubur ialah mengenai thaharah kita. Itulah sebabnya sangat perlu diperhatikan tentang masalah thaharah ini.



[1] Abidin Ja’far & M. Nor Fuady, Hadits – hadits Nabawi, hal 1

[2] Http : // Asysyariah. Com/print. Php ? id-online = 69

[3] Abidin Ja’far & M. Nor Fuady, Op Cit, Hal 4-6

[4]Http : // Asysyariah. Com/print. Php ? id-online = 69

[5]Abidin Ja’far & M. Nor Fuady, Op Cit, Hal. 7-8

No comments:

Post a Comment